PENDAHULUAN
Leptospirosis adalah penyakit
infeksi pada hewan dan manusia, yang merupakan zoonosis tersering di dunia. Leptospirosis
sering dikenal dengan swineherd's disease,
swamp fever, atau mud fever. Penyakit ini acapkali luput
dari diagnosis karena gejala klinis tidak spesifik, dan sulit dilakukan
konfirmasi diagnosis tanpa uji laboratorium. Kejadian luar biasa leptospirosis
dalam decade terakhir di beberapa negara telah menjadikan leptospirosis sebagai
salah satu penyakit the emerging
infectious disease.
Infeksi ini menyebabkan kerusakan
sistemik terutama disfungsi renal dan hepatic. Penyakit ini pertama kali
dikenal pada pekerja tahun 1883. Tahun 1886, Weil mendeskripsikan dalam
manifestasi klinis pada 4 orang dengan severe jaundice, fever, dan perdarahan
dengan kerusakan ginjal.
Leptospirosis disebabkan oleh
bakteri pathogen bentuk spiral yang termasuk dalam genus Leptospira, family Leptospiraceae,
dan ordo Spirochaetales. Berbentuk
spiral halus ujung bengkok, motile, obligate, slow-growing anaerobes. Organisme penyebab penyakit masuk ke tubuh
ketika membrane mukosa atau kulit yang abrasi kontak dengan sumber.
A scanning electron micrograph
depicting Leptospira atop a 0.1-µm polycarbonate filter.
(This
image is in the public domain and thus free of any copyright restrictions.
Courtesy of the Centers for Disease Control/Rob Weyant.)
Bakteri ini memiliki flagella yang
membantu untuk menembus jaringan. Genus Leptospira dibagi menjadi 2 spesies:: L
interrogans, pathogenic untuk manusia dan hewan, dan L biflexa,
saprophytic, terdapat bebas di alam. Penelitian terbaru membagi menjadi 7
spesies leptospira pathogen, sehingga terdapat lebih dari 250 variasi serologic
(serovar).
Kasus terbanyak terjadi pada musim
hangat dan di daerah rural karena leptospira dapat bertahan di air dalam waktu
beberapa bulan. Leptosira menginfeksi hewan dan mengkontaminasi air danau yang
hangat, bakteri ini dapat bertahan pada air bersih, damp alkaline soil,
vegetation, dan lumpur dengan temperature lebih dari 22°C.
Permukaan mukosa mulut, pharynx,
cabang bronchus dan alveoli, serta esophagus dapat dilalui dengan mudah oleh
leptospira pathogen. Dilaporkan kasus outbreak waterborne di Italia pada musim
panas tahun 1984, ketika sumber air minum terkontaminasi bakteri ini.
EPIDEMIOLOGI
Leptospirosis terutama didapatkan di
daerah tropik, lingkungan yang berair, adanya binatang liar/peliharaan, serta
erat kaitannya dengan pekerjaan petani, pekerja kebersihan, militer. Kondisi lingkungan
air, temperature hangat, hujan sangat baik untuk penyebaran leptospira.
Mikroorganisme mampu bertahan berminggu – bulan dalam pH netral/alkalis, suhu
28-32 °C.
Di Indonesia leptospirosis ditemukan
di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Lampung, Sumatera
Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Pada kejadian
banjir besar di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari 100 kasus leptospirosis
dengan 20 kematian.
Tahun 2000 di Sabah Malaysia
terdapat outbreak acute febrile illness
pada atlet yang bertanding di Eco-Challenge-Sabah 2000 in Malaysia; 44% dengan
kasus leptospirosis. Factor
resiko signifikan termasuk berenang dan olahraga Kayak di sungai Segama.
Manusia dapat terinfeksi melalui
kontak dengan air atau tanah, lumpur yang telah terkontaminasi urin binatang
yang terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka/erosi
kulit ataupun selaput lender. Ekspos yang lama juga dapat menyebabkan infeksi
pada kulit yang utuh. Factor resiko tertular leptospirosis terdapat pada table
di bawah ini.
Table 1. Resiko Penularan
Leptospirosis
Kelompok Pekerjaan
|
Kelompok Aktifitas
|
Kelompok Lingkungan
|
Petani dan peternak
Tukang potong hewan
Penangkap/penjerat hewan
Dokter/mantri hewan
Penebang kayu
Pekerja selokan
Pekerja perkebunan
|
Berenang di sungai
Bersampan
Kemping
Berburu
Kegiatan di hutan
|
Anjing piaraan
Ternak
Genangan air hujan
Lingkungan tikus
Banjir
|
PATOGENESIS
MANIFESTASI KLINIS
- Masa inkubasi 2-26
hari, biasanya sekitar 7-12 hari, dan rata-rata 10 hari.
- Sekitar 90% pasien
dengan manifestasi mild anicteric,
dan 5-10% dengan severe jaundice,
atau dikenal dengan Weil disease.
- Terdapat 2 fase
leptospirosis: septicemia dan imun. Sekitar 1-3 hari diantara fase
tersebut, pasien menunjukkan beberapa perkembangan.
- Fase
leptospiremia atau septicemia
- Derajat
ini disebut dengan septicemia atau leptospiremia karena bakteri dapat
diisolasi dari kultur darah, cerebrospinal fluid (CSF), dan jaringan.
- Selama
masa ini, atau sekitar 4-7 hari, pasien menunjukkan gejala seperti flu (flulike illness), ditandai dengan
demam, menggigil, kelemahan, dan myalgia. Gejala lainnya nyeri
tenggorokan, batuk, nyeri dada, hemoptysis, rash, frontal headache,
photophobia, mental confusion, dan gejala meningitis.
- Selama
1-3 hari terjadi peningkatan, kurva temperature turun, pasien menjadi
afebrile dan relative asimtomatis. Panas dapat kembali naik yang
menandakan onset dari second stage atau Fase imun ketika terdapat meningitis
klinikal atau subklinikal.
- Fase
Imun
- Derajat
ini disebut juga fase imun atau leptospiruric karena antibodi dapat
dideteksi atau organisme dapat diisolasi dari urin; tidak ditemukan
dalam darah atau CSF.
- Berlangsung
0-30 hari, sebagai respon imun tubuh terhadap infeksi.
- Penyakit
tergantung dimana organ yang terkena, yaitu meningen, liver, mata,
ginjal.
- Sebanyak
77% pasien mengalami nyeri kepala yang intens dan tidak dapat
disembuhkan dengan analgesic; inilah fase onset meningitis.
- Aseptic meningitis
merupakan sindroma klinik yang penting pada fase immune anicteric. Gejala Meningeal terdapat pada lebih dari 50%
pasien. Cranial nerve palsies,
encephalitis, dan perubahan kesadaran, mild delirium sering terjadi. Meningitis berlangsung
beberapa hari sampai 1-2 minggu. Kematian jarang terjadi pada kasus anikterik.
- Leptospira
dapat diisolasi dari darah pada 24-48 jam setelah jaundice. Sering
disertai nyeri perut dengan diare atau konstipasi (30%), hepatosplenomegaly, nausea, vomiting, dan
anorexia.
- Uveitis
(2-10%) dapat terjadi lebih awal atau akhir dari penyakit dan dilaporkan
dapat terjadi pada akhir setelah 1 tahun penyakit. Iridocyclitis dan
chorioretinitis adalah komplikasi akhir lainnya yag dapat berlangsung
bertahun-tahun. Sebanyak 92% pasien mengalami komplikasi berupa subconjunctival
hemorrhage, bakteri Leptospira ini ditemukan di aqueous humor.
- Gejala
renal (azotemia, pyuria, hematuria,
proteinuria,
dan oliguria)
terjadi pada 50% pasien karena
bakteri Leptospires terdapat di ginjal.
- Manifestasi
pulmonal terjadi pada 20-70% pasien, penyebab kematian adalah pulmonary hemorrhage atau acute
respiratory distress syndrome atau
severe pulmonary form of leptospirosis (SPFL).
- Adenopathy,
rashes, dan nyeri otot terutama otot betis sering terjadi.
- Gejala-gejala
leptospirosis dapat membedakan jenis varian bakteri ini, seperti misalnya jaundice
terdapat pada 83% pasien dengan infeksi L icterohaemorrhagiae dan
30% dengan infeksi L pomona. pretibial erythematous rash pada
pasien terinfeksi L autumnalis. Gejala GIT sering dengan infeksi L
grippotyphosa. Aseptic meningitis banyak didapatkan pada infeksi L
pomona atau L canicola.
- Weil syndrome adalah
bentuk severe dari leptospirosis dan memberikan gejala awal berupa jaundice,
renal dysfunction, hepatic necrosis, pulmonary dysfunction, dan hemorrhagic diathesis. Weil
syndrome memiliki angka mortalitas sebesar 5-10%. Pada kasus Weil syndrome
dengan hepatorenal involvement dan jaundice, memiliki case-fatality rate
20-40%. Angka kematian terbesar pada pasien dengan usia tua.
- Leptospirosis menunjukkan
gejala macular atau maculopapular rash, abdominal pain yang mirip dengan
acute appendicitis, atau generalized
enlargement of lymphoid glands, mirip seperti infectious
mononucleosis. Atau aseptic
meningitis, encephalitis, dan fever
of unknown origin.
- Leptospirosis seharusnya
mulai dicurigai ketika pasien memiliki gejala flulike disease dengan
aseptic meningitis atau disproportionately severe myalgia.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis
definitive ditentukan dengan isolasi organisme dari hasil kultur atau hasil
positif pada microscopic agglutination test (MAT).
Darkfield
microscopy of leptospiral microscopic agglutination test.
(This
image is in the public domain and thus free of any copyright restrictions.
Courtesy of the Centers for Disease
Control/Mrs. M. Gatton.)
- Kultur
- Kultur
darah dapat memberikan hasil negative jika terlalu cepat atau terlalu
lambat. Leptospires tidak dapat dideteksi dalam darah sampai 4 hari
setelah onset gejala (7 – 14 hari setelah exposure). Setelah system imun aktif, kultur darah
dapat kembali memberikan hasil negative.
- Leptospires
dapat diisolasi dari CSF pada 10 hari pertama.
- Leptospires
dapat diisolasi dari urin pada beberapa minggu setelah infeksi. Pada
beberapa pasien, kultur urin dapat positif selama berbulan-bulan bahkan
tahun setelah onset penyakit.
- MAT
- A
4-fold meningkat pada convalescent titers menunjukkan hasil yang positif
- Kemungkinan
diagnosis didapatkan dari pengamatan titer antibody ≥ 1:100.
- Macroscopic Slide
Agglutination Test (MSAT)
- Pemeriksaan
penunjang lainnya: indirect
hemagglutination test, microcapsule
agglutination test, immunoglobulin
M (IgM) enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), dan dark-field
examination dari darah dan urin. Pemeriksaan terbaru menggunakan Dip-S-Ticks
(PanBio, Inc; Baltimore, Maryland), Nucleic acid amplification (polymerase
chain reaction [PCR]).
- Pemeriksaan
laboratorium (umum)
- Pada
pasien dengan mild disease, peningkatan erythrocyte sedimentation dan
peripheral leukocytosis (3,000-26,000 x 109/L) dengan shift to
the left.
- Aminotransferases
dapat meingkat sampai lebih dari 200 U/L; serum bilirubin dan alkaline
phosphatase meningkat.
- Urinalysis:
- Proteinuria
- Leukocytes,
erythrocytes, hyaline casts, dan granular casts pada sedien urin.
- CSF:
- CSF
protein dapat normal atau meningkat, dengan level glukosa normal.
- Tekanan
CSF normal, namun lumbal punctie dapat mengurangi keluhan nyeri kepala.
- Laboratory studies
(Weil disease)
- Mild
thrombocytopenia (50%), yang diikuti dengan renal failure.
- Azotemia
dan renal failure Marked leukocytosis may be present.
- Prothrombin
times meningkat.
- Creatine
phosphokinase (CPK) meningkat pada 50% pasien; acutely, jaundice berhubungan
dengan level CPK yang tinggi, tetapi transaminases meningkat ringan.
DIFFERENSIAL DIAGNOSIS
- Dengue
Fever
- Encephalitis
- Hantavirus
Cardiopulmonary Syndrome
- Hepatitis
- Malaria
- Meningitis
- Mononucleosis
PENATALAKSANAAN
Pengobtan
suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mnegatasi keadaan
dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis.
Gangguan fungsi ginjal umunya dengan spontan akan membaik dengan membaiknya
kondisi pasien, namun beberapa pasien membutuhkan hemodialisa temporer.
Pemberian
antibiotic harus diberikan sedini mungkin, biasanya pemberian dalam 4 hari
setelah onset cukup efektif. Untuk kasus berat dapat diberikan antibiotic
intravena, sedangkan pada kasus ringan diberikan per oral.
Table 3.
Pengobatan Dan Kemoprofilaksis Leptospirosis
Indikasi
|
Regimen
|
Dosis
|
Leptospirosis ringan
|
Doksisiklin
Ampisilin
Amoksisilin
|
2 x 100 mg
4 x 500-750 mg
4 x 500 mg
|
Leptospirosis sedang/berat
|
Penisilin G
Ampisilin
Amoksisilin
Eritromisin
|
1,5 juta unit/ 6 jam (i.v)
1 gram/ 6 jam (i.v)
1 gram/ 6 jam (i.v)
500 mg (i.v)
|
Kemoprofilaksis
|
Doksisiklin
|
200 mg/ minggu
|
Sampai
saat ini penisilin masih merupakan antibiotic pilihan utama, namun perlu
diingat bahwa antibiotic masih bermanfaat jika bakteri masih berada dalam darah
(fase leptospiremia). Pada pemberian penisilin dapat terjadi reaksi Jarisch-Herxheimer
4-6 jam setelah pemberian intravena, yang menunjukkan adanya aktifitas
anti-leptospiremia. Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan
penyakit dan komplikasi yang timbul. Jika terjadi azotemia/uremia berat
sebaiknya dilakukan dialysis.
PROGNOSIS
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus
dengan ikterus, angka kematian mencapai 5% pada umur di bawah 30 tahun, dan
pada usia lanjut mencapai 30-40%. Mortalitas dipengaruhi oleh terminology
leptospirosis, derajat penyakit, serovar, respiratory
insufficiency, kadar bilirubin tinggi, usia lanjut, renal failure, leukositosis, ECG abnormal, perubahan status mental,
sumber daya, fasilitas.
PENCEGAHAN
·
Pencegahan leptospirosis termasuk sulit dilakukan karena
organisme harus dieradikasi dari hewan liar yang dapat menginfeksi hewan
domestic.
·
Mencegah hewan terinfeksi dari urinasi melalui air yang
kontak dengan manusia, disinfeksi area kerja yang terkontaminasi, edukasi
terhadap pekerja, melakukan personal hygiene yang baik, dan menggunakan personal protective equipment (PPE)
ketika bersentuhan dengan hewan. Leptospira dapat diinaktifasi dengan 1%
sodium hypochlorite, 70% ethanol, glutaraldehyde, formaldehyde, detergents dan
acid. Organism ini sensitive dengan panas (121° C minimal 15 menit) dan dibasmi
dengan pasteurization.
- Public health melakukan investigasi terhadap
kasus sebagai usaha untuk deteksi sumber outbreak dan pengendalian,
termasuk identifikasi terhadap air yang terkontaminasi, kontrol hewan
pengerat, melarang berenang ketika terdapat resiko tinggi, dan
menginformasikan tentang resiko ketika berekreasi.
- Vaksin disarankan pada pekerja dengan resiko tinggi di
negara Eropa dan Asia, vaksin ini harus diulang tiap tahun.
- Pemberian Doxycycline dosis 200
mg setiap minggu menunjukkan efikasi sebesar 95% dalam melawan
leptospirosis dan dapat memberikan pencegahan penyakit pada yang sudah
terekspose.
RINGKASAN
·
Leptospirosis adalah
penyakit zoonosis yang disebabkan leptospira.
·
Manusia dapat
terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara incidental.
·
Gejala yang timbul
mulai dari ringan sampai berat bahkan kematian, bila terlambat mendapat
pengobatan.
·
Diagnosis dini yang
cepat dan penatalaksanaan yang cepat akan mencegah perjalanan penyakit menjadi
berat.
·
Pencegahan dini
terhadap mereka yang terkespos diharapkan dapat melindungi dari serangan
leptospirosis.
DAFTAR
PUSTAKA
Acha PN, Szyfres
B. (Pan American Health Organization [PAHO]). Zoonoses and communicable
diseases common to man and animals. Volume 1. Bacterioses and mycoses. 3rd ed.
Washington DC: PAHO; 2003.
Centers for
Disease Control and Prevention [CDC]. Leptospirosis technical information
[online]. CDC; 2003 Dec. Available at: http://www.cdc.gov/ncidod/dbmd/diseaseinfo/leptospirosis_t.htm.
Diagnosis of acute leptospirosis Expert
Rev. Anti Infect. Ther. 9(1), 111–121 (2011) Takao Toyokawa1, Makoto Ohnishi2
and
Nobuo Koizumi†2
Eugene
Barunwald et al. 2001. Principle of Internal Medicine, Harrison’s 15th
edition. Mc Graw-Hill Medical Publishing Division
Gordon
Cook, 1996. Manson’s Tropical Disease 20th ELBS with WB Saunders
London
Green-MacKenzie
J. Leptospirosis [online]. eMedicine; 2001 Aug. Available at: http://www.emedicine.com/emerg/topic856.htm.
Guidugli F,
Castro AA, Atallah AN. Antibiotics for leptospirosis. Cochrane Rev Abstracts
[online]; 2004. Available at: http://www.medscape.com/viewarticle/485620?src=search
.
Leptospirosis in
Emergency Medicine . Judith Green-McKenzie, MD, MPH; Chief Editor: Rick
Kulkarni, MD
Mandell
GI et al, 1995. Douglas and Bennet’s Principle and Practice of Infectoius
Disease 4th edition. Churchill Livingstone New York
The Doctors
Lounge. Weil syndrome [online]. Available at: http://www.thedoctorslounge.net/clinlounge/diseases/infections/weil.htm.
Umar
Zein. Ilmu penyakit Dalam: Leptospirosis. Jilid III. Ed.IV. Pusat Penerbitan
FKUI. 2007.
0 komentar:
Posting Komentar