Featured Video

Rabu, 10 April 2013

Hemoroid


LAPORAN PENDAHULUAN
ASKEP HEMOROID

1. KONSEP MEDIK
A. Pengertian
Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-vena hemoroidales ( bacon) (Kapita Selekta Kedokteran).
Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan keadaan patologik ( Buku Ajar Ilmu Bedah)
Hemoroid adalah dilatasi varikosus vena  pleksus hemoroidalis inferior atau superior, akibat peningkatan tekanan vena yang persisten ( Kamus Kedokteran Dorland)
Hemoroid adalah bagian vena yang berdolatasi kanal anal. Hemoroid dibagi menjadi 2,   yaitu hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid interna merupakan varises vena hemoroidalis suparior dan media dan hemoroid eksterna merupakan varises vena hemoroidalis inferior. Sesuai dengan  istilah yang digunakan, maka hemoroid eksterna timbul disebelah luar otot sfingter ani, dan hemoroid interna timbul di sebelah dalam sfingter. (Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah).
Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan keadaan patologik. Hanya apabila hemoroid ini menyebabkan keluhan atau penyulit diperlukan tindakan(R. Sjamsuhidayat, wim de jong).
Hemorid merupakan varises ( pelebaran) dari plexus hemoroidalis yang dapat menimbulkan keluhan dan gejala distal rectum atau dianal canal.
hemoroid adalah suatu keadaan dimana telah terjadi dilatasi vena dalam kanal analdan pembengkakan jaringan disekitarnya. Karena penyakit ini terjadi pada ujung saluran pembuangan, maka tidak jarang orang menyebutnya dengan sebutan penyakit “knalpot”, layaknya sebuah mobil.
B.  Etiologi
Yang menjadi factor predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan, pekerjaan, psikis, dan sanilitas. Sedangkan sebagai factor presipitasi adalah factor mekanis ( kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intrabdominal), fisiologis dan radang. Pada umunya factor etiologi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan. (kapita selekta kedokteran).
C. Klasifikasi
Hemoroid diklasifikasikan menjadi dua tipe yaitu hemoroid interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid intern adalah pleksus vena hemoroidalis superior di atas garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Sedangkan Hemoroid ekstern yang merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior terletak disebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel anus.
Hemoroid interna dikelompokan dalam empat derajat yaitu :
Derajat I     : Hemoroid menyebabkan perdarahan merah segar tanpa nyeri pada waktu defekasi.
Derajat II     : Menonjol melalui kanalis analis pada saat mengedam ringan tetapi dapat masuk  kembali secara spontan
Derajat III   : Hemoroid menonjol saat mengedam dan harus didorong kembali sesudah defekasi
Derajat IV    : Merupakan hemoroid yang menonjol keluar dan tidak dapat didorong masuk kembali.
                        Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai bentuk akut dan kronis :
Akut                  : Berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan merupakan    
                            suatu hematoma walaupun disebut sebagai hemoroid thrombosis eksternal
                            akut.
Kronis               : Berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan
                            sedikit pembuluh darah.
D. Manifestasi Klinis
Tanda utama biasanya adalah perdarahan. Darah yang keluar berwarna merah segar, tidak bercampur dengan feses, dan jumlahnya bervariasi. Bila hemoroid bertambah besar maka dapat terjadi prolaps. Pada awalnya biasanya dapat tereduksi spontan. Pada tahap lanjut, pasien harus memasukkan sendiri setelah defekasi. Dan akhirnya sampai pada suatu keadaan dimana tidak dapat dimasukkan. Kotoran di pakaian dalam menjadi tanda hemoroid yang mengalami prolaps permanen. Kulit di daerah perinial akan mengalami iritasi. Nyeri akan terjadi bila timbul thrombosis luas dengan edema dan peradangan.
Anamnesis harus dikaitkan dengan factor obstifasi, defekasi yang keras yang membutuhkan tekanan intraabdominal tinggi (mengejan), juga sering pasien harus duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri yang merupakan gejala radang.
Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi, apalagi bila telah terjadi thrombus. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat pada satu atau beberapa kuadran.
Selanjutnya secara sistematik dilakukan pemeriksaan dalam rectal secara digital dan dengan anoskopi. Pada pemeriksaan rectal secara digital mungkin tidak ditemukan apa-apa bila masih dalam stadium awal. Pemeriksaan anoskopi dilakukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak mengalami penonjolan(kapita selekta kedokteran)
E. Patofisiologi
      Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik vena hemoroidalis. Beberapa factor etiologi telah diajukan, termasuk konstipasi dan diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada pada kehamilan, pembesaran prostat, fibroma uteri, dan tumor rectum. Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah ke dalam system portal. Selain itu system portal tidak mempunyai katup sehingga mudah terjadi aliran balik.
Hemoroid interna dikelompokan dalam empat derajat. Hemoroid interna derajat 1 ( dini) tidak  menonjol melalui kanalis ani, hanya dapat dideteksi melalui pemeriksaan protoskopi. Lesi ini biasanya terletak pada posterior kanan dan kiri serta inferior kanan, mengikuti penyebaran cabang-cabang vena hemoroidalis superior dan tampak sebagai pembengkakan globular kemerahan. Hemoroid derajat II mengalami prolaps melalui kanalis ani setelah defekasi, hemoroid ini dapat mengecil spontan atau dapat direduksi ( dikembalikan ke dalam) secara manual. Hemoroid derajat III mengalami prolaps secara permanen. Gejala hemoroid interna yang paling sering adalah perdarahan tanpa nyeri, karena tidak terdapat serabut nyeri pada daerah ini. Sebagian besar kasus hemoroid adalah campuran interna dan eksterna.


F. Komplikasi
Komplikasi penyakit ini adalah perdarahan hebat, abses, fistula para anal, dan inkarserasi. Untuk hemoroid eksterna, pengobatannya selalu operatif. Tergantung keadaan, dapat dilakukan eksisi atau insisi thrombus serta pengeluaran thrombus. Komplikasi jangka panjang adalah striktur ani karena eksisi yang berlebihan(kapita selekta kedokteran)
G. Diagnosis Banding
               Perdarahan rektum yanhg merupakan manifestasi utama hemoroid interna juga terjadi pada karsinoma kolorektum, penyakit dipertikel, polip, olitus ulserosa, dan penyakit lain ynag tidak begitu sering terdapat di kolorektum. Pemeriksaan sigmoidiskopi harus dilakukan. Foto barium kolon dan kolonoskopi perlu dipilih secara selektif, bergantung pada keluhan dan gejala penderita.
Prolaps rektum juga harus dibedakan dari prolaps mukosa akibat hemoroid interna. Kondiloma perianal dan tumor anorektum lainnya bisa tidak sulit dibedakan dari hemoroid yang mengalami prolaps. Lipatan kulit luar yang lunak sebagai akibat dari trombosis hemoroid eksterna sebelunya juga mudah dikenali. Adanya lipatan kulit sentinel pada garis tengah dorsal, yang disebut umbai kulit, dapat menunjukan adanya fisura anus.
Diagnosis hemoroid ditegakkan melalui adanya :
Ø  Darah di anus
Ø  Prolaps
Ø  Perasaan tak nyaman anus(mungkin pruritus ani)
Ø  Pengeluaran lendir
Ø  Anemia sekunder ( mungkin)
Ø  Tampak kelainan khas pada inspeksi
Ø  Gambaran khas pada anoskopi/ retroskopi.
HPenatalaksanaan
Untuk hemoroid derajat I dan II dapat diobati dengan tindakan lokal dan anjuran diet. Hilangkan faktor penyebab, misalnya obstipasi, dengan diet rendah sisa, banyak makan makanan berserat dan mengurangi daging serta penderita dilarang makan makanan yang merangsang.
Bila ada infeksi berikan antibiotik peroral. Bila terdapat nyeri yang terus- menerus dapat diberikan supositoria atau salep rektal untuk anestesi dan pelembab kulit. Untuk melancarkan defekasi saja dapat diberikan cairan parafin atau larutan magnesium sulfat 10 %. Bila dengan pengobatan tersebut tidak ada perbaikan, berikan terapi sklerosing dengan menyuntikan zat sklerosing (sodium moruat 5% atau fenol).
Untuk hemoroid yang meradang akut, yang mengalami trombosis dan yang prolaps dapat disuntik dengan campuran anastetik lokal danhialuronidase ( 10 ml bupivakain 0,25%( marcaine) dengan epinefrin 1 :200.000 ditambah 150 unit hialuronidase).
Untuk hemoroid yang melebar atau menonjol, ligasi adalah terapi terbaik ( rubber band ligation). Untuk hemoroid yang kronis tersedia berbagai pilihan, ternasuk injeksi dengan obat sklerosa, ligase karet gelang, bedah krio, dilasi anal, sfinkterotomi internal lateral, koagulasi inframerah, elektrokoagulasi bipolar, dan lemorodiktomi.
Tindakan bedah diperlukan bagi pasien dengan keluhan kronis dan hemoroid derajat tiga atau empat. Prinsip utama hemoroidektomi adalah eksisi hanya pada jaringan yang menonjol dan eksisi konservatif kulit serta anoderm normal.
I. Prognosis
Dengan terapi yang tepat keluhan pasien dengan hemoroid dapat dihilangkan. Pendekatan konservatif harus dilakukan pada hampir setiap kasus. Hasil dari hemoroidektomi cukup memuaskan. Untuk terapi lanjutan, mengedan harus dikurangi untuk mencegah kekambuhan.
2. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Riwayat kesehatan diambil untuk menentukan adanya gatal, rasa terbakar dan nyeri beserta karakteristiknya,
v  Terjadi selama defekasi atau tidak ?
v  Ada nyeri abdomen sehubungan dengan itu ?
v  Ada perdarahan rectum atau tidak ?
v  Berapa banyaknya ?
v  Berapa seringnya ?
v  Apa warnanya ?
v  Adakah rabas lain seperti mucus dan pus ?
v  Jumlah latihan, tingkat aktivitas dan pekerjaan ( khususnya yang mengharuskan duduk atau berdiri lama).
v  Pertanyaan ini dihubungkan dengan pola eliminasi, apakah klien menggunakan laksatif, riwayat diet, termasuk ,asukan serat.
BDiagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian maka diagnose keperawatan meliputi :
a)      Nyeri b/d  inflamasi, udema
b)      Konstipasi b/d ketakutan nyeri padsa saat defekasi
c)      Ansietas b/d perubahan status kesehatan

Typus Abdominalis


THYPUS ABDOMINALIS
2.1     Definisi
Demam tifoid atau thypoid fever atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhiiditandai gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.

2.2     Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thypiia/Eberthela Thypii yang merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptik.
Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu antigen O (Ohne Hauch) merupakan somatik antigen (tidak menyebarada dalam dinding sel kuman, antigen H (Hauch,menyebar) terdapat pada flagella dan bersifat termolabil dan antigen V1 (kapsulmerupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

2.3     Patofisiologi
Kuman Salmonella masuk bersama makanan atau minuman yang terkontaminasi, setelah berada dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati dan limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit retikuloendotelial sistem (RES) dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak.
Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin. Endotoksin ini merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.
Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines yang menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem, instabilitas vaskuler, depresi sumsum tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosist sudah berdegenerasi yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini beragregasi maka terbentuk nodul terutama dalam  usus halus, jaringan limfe mesemterium, limpa, hati, sumsum tulang dan organ yang terinfeksi.
Kelainan utama yang terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi (minggu I), nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III). Pada dinding ileum terjadi ulkus yang dapat menyebabkan perdarahan atau perforasi intestinal. Bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut.


2.4     Manifestasi Klinis
Masa inkubasi 7-20 hari, inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60 hari (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Rata-rata masa inkubasi 14 hari dengan gejala klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik (Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 1994).
Walaupun gejala bervariasi secara garis besar gejala yang timbul dapat dikelompokan dalam : demam satu minggu atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gnagguan kesadaran. Dalam minggu pertama : demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi dan suhu badan meningkat (39-410C). Setelah minggu kedua gejala makin jelas berupa demam remiten, lidah tifoid dengan tanda antara lain nampak kering, dilapisi selaput tebal, dibagian belakang tampak lebih pucat, dibagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan nyeri tekan pada perut kanan bawah dan mungkin disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat seperti delirium.
Roseola (rose spot), pada kulit dada atau perut terjadi pada akhir minggu pertama atau awal minggu kedua. Merupakan emboli kuman dimana di dalamnya mengandung kuman salmonella.

2.5     Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
1.     Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2.     Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembalinormal setelah sembuhnya typhoid.
3.     Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
·      Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
·      Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggupertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
·      Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkanantibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
·      Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
4.     Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal 3adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
*  Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
*  Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
*  Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

2.6     Penatalaksanaan
1.        Tirah baring atau bed rest.
2.        Diit lunak atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan buahan), kecuali komplikasi pada intestinal.
3.        Obat-obat :
a.    Antimikroba :
-       Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv
-       Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral
-       Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol 400 mg + trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv, dilarutkan dalam 250 ml cairan infus.
-       Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4 dosis.
Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
b.    Antipiretik seperlunya
c.    Vitamin B kompleks dan vitamin C
4.        Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam.


2.7     Komplikasi
     Perdarahan intestinal, perforasi intestinal, ileus paralitik, renjatan septik, pielonefritis, kolesistisis, pneumonia, miokarditis, peritonitis, meningitis, ensefalopati, bronkitis, karir kronik.



 CASE STUDY

Kasus :
Tn. T (6 tahun) BB : 30 kg, di bawa ke UGD RS Gambiran karena demam tidak turun, pagi turun sore malam naik lagi, mual muntah, setelah dilakukan pemeriksaan oleh perawat didapatkan data mukosa bibir kering, turgor kulit jelek, pasien tampak lemah, T : 40oC, N : 90 x/menit, RR : 23 x/menit. Pasien tampak berkeringat, keluaran urin sedikit hanya 500 cc /jam. Lidah kotor. Pasien didiagnosa demam thypoid.

3.1 Pengkajian
3.1.1    Anamnesa
a. Identitas
Nama                            : Tn. T
Tempat tanggal lahir     : -
Jenis kelamin                 : Laki-laki
Umur                             : 6 tahun
Pendidikan                    : SD
Pekerjaan                      :
Status                            :
Agama                          :
Alamat                          :
Tanggal MRS                :
No. RM                         :
Diagnosa Medis            : Demam Thypoid
b.  Keluhan utama              :          Demam
c.  Riwayat kesehatan
·         Riwayat penyakit sekarang
Sejak kapan pasien sudah merasa tidak enak badan dan kurang nafsu makan, disertai dengan sakit kepala, badan panas, mual dan ada muntah. Panas berkurang setelah minum obat parasetamol, tapi hanya sebentar kemudian panas lagi.
·         Riwayat penyakit dahulu
Menanyakan apakah sebelumnya pasien pernah mengalami penyakit seperti sekarang ini, apakah pasien pernah dirawat di RS, atau pernah sakit biasa seperti flu, pilek dan batuk, dan sembuh setelah minum obat biasa yang dijual di pasaran.
·         Riwayat penyakit keluarga
Menanyakan apakah ada dalam keluarga pasien yang pernah sakit seperti pasien.
3.1.2    Pemeriksaan Fisik
a.       Keadaan umum
Mengkaji kesadaran dan keadaan umum pasien. Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien
·         Suhu : 40oc
·         Nadi : 90 x/menit
·         RR : 23 x/menit
b.      Tanda-tanda vital dan pemeriksaan persistem
Suhu : 40oc, Nadi : 90 x/menit, RR : 23 x/menit
1.     B1 (breath)
·    Bentuk dada : simetris
·    Pola nafas : teratur
·    Suara nafas : tidak ada bunyi nafas tambahan
·    Sesak nafas : tidak ada sesak nafas
·    Retraksi otot bantu nafas : tidak ada
·    Alat bantu pernafasan : tidak ada alat bantu pernafasan
2.     B2 (Blood)
·    Irama jantung : teratur
·    Nyeri dada : tidak ada
·    Bunyi jantung : tidak ada bunyi jantung tambahan
·    Akral : Tangan bentuk simetris, tidak ada peradangan sendi dan oedem, dapat bergerak dengan bebas, akral hangat, tangan kanan terpasang infus. Kaki bentuk simetris, tidak ada pembatasan gerak dan oedem, akral hangat.
3.    B3 (Brain)
·    Penglihatan (mata) : Gerakan bola mata dan kelopak mata simetris, konjungtiva tampak anemis, sklera putih, pupil bereaksi terhadap cahaya, produksi air mata (+), tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
·    Pendengaran (telinga) : Bentuk D/S simetris, mukosa lubang hidung merah muda, tidak ada cairan dan serumen, tidak menggunakan alat bantu, dapat merespon setiap pertanyaan yang diajukan dengan tepat.
·    Penciuman (hidung) : Penciuman dapat membedakan bau-bauan, mukosa hidung merah muda, sekret tidak ada, tidak ada terlihat pembesaran mukosa atau polip.
·    Kesadaran : kompos mentis
4.    B4 (Bladder)
·    Kebersiahan : bersih
·    Bentuk alat kelamin : normal
·    Uretra : normal
·    Produksi urin : tidak normal (sedikit) 500 cc/jam, buang air kecil tidak menentu, rata-rata 4-6x sehari, tidak pernah ada keluhan batu atau nyeri.
5.    B5 (Bowel)
·    Nafsu makan : anoreksia
·    Porsi makan : ¼ porsi
·    Mulut : Mukosa bibir kering, lidah tampak kotor (keputihan), gigi lengkap, tidak ada pembengkakan gusi, tidak teerlihat pembesaran tonsil
·    Mukosa: pucat
6.    B6 (Bone)
·    Kemampuan pergerakan sendi : normal
·    Kondisi tubuh : kelelahan, malaise, lemah
           
3.2  Analisa Data
Analisa Data
Etiologi
Masalah
Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
Data Subjektif
1.     Demam (panas naik  turun)
2.     Mual
3.     Muntah

Data Objektif
1.     Mukosa bibir kering
2.     Turgor kulit jelek
3.     Pasien tampak lemah
4.     Lidah tampak kotor
5.     Keluaran urin 500 cc/24 jam
6.     T : 40oc
7.     N : 90 x/m
8.     RR : 23x/m
9.     Berkeringat
Kuman Salmonella typhii
masuk ke saluran cerna


Sebagian dimusnahkan
Asam lambung



Peningkatan asam
lambung



Mual, Muntah



MK  =  Kekurangan Volume   Cairan

Kekurangan volume cairan
Berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.

Data Subjektif
1.     Demam (panas naik  turun)

Data Objektif
1.     Mukosa bibir kering
2.     Turgor kulit jelek
3.     Pasien tampak lemah
4.     Lidah tampak kotor
5.     T : 40oc
6.     N : 90 x/m
7.     Berkeringat


Kuman Salmonella typhii
masuk ke saluran cerna

Sebagian masuk
Ke usus halus

Ileun terminalis

Sebagian menembus
lamina propia

Masuk aliran limfe

Menembus dan masuk aliran darah

Hipothalamus

Demam

Peningkatan
Suhu tubuh

MK = Hipertermi

Hipertermi

Berhubungan dengan proses infeksi

3.3  Diagnosa
1.      Kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh
2.      Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

3.4 Prioritas Masalah
1.      Kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh.

3.5    Planning
No.
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
Rasional
1.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan :   asupan cairan adekuat dalam jangka waktu 1 x 24 jam
Kriteria Hasil:
-  Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam.
-  Menampilkan hidrasi yang baik misalnya membran mukosa yang lembab.
-  Memiliki asupan cairan oral dan atau intravena yang adekuat.
1.     Kaji tanda-tanda dehidrasi.
2.     Berikan minum per oral sesuai toleransi.
3.     Atur pemberian cairan infus sesuai order.
4.     Ukur semua cairan output (muntah, urine, diare). Ukur semua intake cairan.
Intervensi lebih dini

Mempertahankan intake yang adekuat
Melakukan rehidrasi

Mengatur keseimbangan antara intake dan output

2.
Hipertermi  berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan : mempertahankan suhu tubuh dalam barts normal pada jangka waktu 1x24 jam
-    Kriteria Hasil:
-    Suhu antara 36o-37o c
-    RR dan nadi dalam batas normal
-    Membran mukosa lembab
-    Kulit dingin dan bebas dari keringat yang berlebih.
-    Pakaian dan tempat tidur pasien kering

1.     Monitor tanda-tanda infeksi.

2.     Monitor tanda-tanda vital tiap 2 jam.





3.     Berikan suhu lingkungan yang nyaman bagi pasien. Kenakan pakaian tipis pada pasien.

4.     Kompres dingin pada daerah yang tinggi aliran darahnya.
5.     Berikan cairan iv sesuai order atau anjurkan intake cairan yang adekuat.
6.     Berikan antipiretik, jangan berikan aspirin.

7.     Monitor komplikasi neurologis akibat demam.
Infeksi pada umumnya menyebabkan peningkatan suhu tubuh
Deteksi resiko peningkatan suhu tubuh yang ekstrem, pola yang dihubungkan dengan patogen tertentu, menurun dihubungkan dengan resolusi infeksi.
Kehilangan panas tubuh melalui konveksi dan evaporasi


Memfasilitasi kehiliangan panas lewat konveksi dan konduksi.
Menggantikan cairan yang hilang lewat keringat.

Aspirin bersiko terjadi perdarahanGI yang menetap.
Febril dan enselopati bisa terjadi bila suhu tubuh yang meningkat.



                                                           
3.6         Implementasi
No
Hari / Tanggal Waktu
Implementasi
Paraf
1.







Senin, 28 November  2011
Jam 10.00 WIB
1.      Mengkaji tanda-tanda dehidrasi.
2.      Memberikan minum per oral sesuai toleransi.
3.      Mengatur pemberian cairan infus sesuai order.
4.      Mengukur semua cairan output (muntah,urine, diare), dan mengukur semua intake.

2.
Senin, 28 November 2011
Jam 11.00 WIB
1.     Memonitor tanda-tanda infeksi.
2.     Memonitor tanda-tanda vital setiap 2 jam.
3.     Memberikan suhu lingkungan yang nyaman pada pasien serta memakaikan pakaian tipis.
4.     Mengkompres dingin pada daerah yang tinggi aliran darahnya.
5.     Memberikan cairan iv sesuai order atau memnganjurkan intake cairan yang adekuat.
6.     Memberikan antipiretik.
7.    Memonitor komplikasi neurologis.


3.7         Evaluasi
Diagnosa 1:
S     :  Pasien menunjukkan hidrasi yang baik
O    :  TTV normal, intake dan output cairan seimbang.
A    :  Masalah teratasi
P     :  Pasien pulang

Diagnosa 2:
S     :  Pasien mengatakan tidak demam lagi
O    :  TTV normal, membran mukosa lembab, kulit dingin dan bebas dari keringan yang berlebih, pakaian dan tempat tidur pasien kering.
A    :  Masalah teratasi
P     :  Pasien pulang



DAFTAR PUSTAKA

Herdman T. Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC

Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC, Jakarta.

Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Jakarta : EGC

Anonim. 2007. Demam Thypoid. http://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/ demam-thypoid.pdf(diakses pada tanggal 18 November 2011, Jam 09.00 WIB)