Featured Video

Kamis, 26 Juni 2014

Kejang Demam Anak

MENINGITIS PADA ANAK

Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membrane atau selaput yang melapisi otak dan syaraf tunjang. Meningitis dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak.
Penyakit meningitis (radang selaput otak) umumnya menyerang anak-anak. Meningitis merupakan radang yang mengenai sebagian atau semua lapisan selaput otak sampai sumsum tulang belakang atau jaringan syaraf yang ada di dalam tulang belakang. Penyakit ini bisa menyerang semua usia, dari bayi hingga manula.
Pasien yang diduga mengalami Meningitis haruslah dilakukan suatu pemeriksaan yang akurat, baik itu disebabkan virus, bakteri ataupun jamur. Hal ini diperlukan untuk spesifikasi pengobatannya, karena masing-masing akan mendapatkan therapy sesuai penyebabnya.

Penyebab
Meningitis yang disebabkan oleh virus umumnya tidak berbahaya, akan pulih tanpa pengobatan dan perawatan yang spesifik. Namun Meningitis disebabkan oleh bakteri bisa mengakibatkan kondisi serius, misalnya kerusakan otak, hilangnya pendengaran, kurangnya kemampuan belajar, bahkan bisa menyebabkan kematian. Sedangkan Meningitis disebabkan oleh jamur sangat jarang, jenis ini umumnya diderita orang yang mengalami kerusakan immun (daya tahan tubuh) seperti pada penderita AIDS.

Bakteri penyebab meningitis diantaranya :
·         Streptococcus pneumoniae (pneumococcus).
Bakteri ini yang paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun anak-anak. Jenis bakteri ini juga yang bisa menyebabkan infeksi pneumonia, telinga dan rongga hidung (sinus).
·         Neisseria meningitidis (meningococcus).
Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumoniae, Meningitis terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian atas yang kemudian bakterinya masuk kedalam peredaran darah.


  • Haemophilus influenzae (haemophilus).
Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat menyebabkan meningitis. Jenis virus ini sebagai penyebabnya infeksi pernafasan bagian atas, telinga bagian dalam dan sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaccine) telah membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini.
  • Listeria monocytogenes (listeria).
Ini merupakan salah satu jenis bakteri yang juga bisa menyebabkan meningitis. Bakteri ini dapat ditemukan dibanyak tempat, dalam debu dan dalam makanan yang terkontaminasi. Makanan ini biasanya yang berjenis keju, hot dog dan daging sandwich yang mana bakteri ini berasal dari hewan lokal (peliharaan).
  • Bakteri lainnya yang juga dapat menyebabkan meningitis adalah Staphylococcus aureus dan Mycobacterium tuberculosis.
Ada berbagai macam penyebab meningitis, diantaranya dapat disebabkan karena jamur, protozoa, virus, dan bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh jamur, protozoa, dan virus dikenal sebagai serosa. Sedangkan yang disebabkan oleh bakteri, dikenal dengan sebutan purulenta. Membedakan keduanya tergolong tidak sulit, hal itu dapat dilihat dari sumsum tulang berwarna jernih jika serosa, sedangkan pada purulenta sumsum tulang berwarna keruh
  • Meningitis bisa juga terjadi karena adanya rambatan dari penyakit lain, misalnya infeksi pada telinga bagian dalam, radang paru, dan lain-lain. Anak-anak sangat berisiko terserang meningitis karena berkaitan dengan tingkatan higienis pribadi.

Tanda dan Gejala Penyakit Meningitis
  • Radang selaput otak pada anak harus diwaspadai karena gejalanya tidak jelas dan sulit dideteksi karena anak tidak bisa mengutarakan keluhannya. Hati-hati, karena penyakit ini bisa menular. Sedangkan meningitis yang terjadi pada orang dewasa biasanya terjadi akibat virus yang bernama hemophilud influenza type b (Hib), pneumococc dan meningococc.
  • Gejala yang khas dan umum ditampakkan oleh penderita meningitis diatas umur 2 tahun adalah demam, sakit kepala dan kekakuan otot leher yang berlangsung berjam-jam atau dirasakan sampai 2 hari.
  • Tanda dan gejala lainnya adalah photophobia (takut/menghindari sorotan cahaya terang), phonophobia (takut/terganggu dengan suara yang keras), mual, muntah, sering tampak kebingungan, kesusahan untuk bangun dari tidur, bahkan tak sadarkan diri.
  • Pada bayi gejala dan tanda penyakit meningitis mungkin sangatlah sulit diketahui, namun umumnya bayi akan tampak lemah dan pendiam (tidak aktif), gemetaran, muntah dan enggan menyusui.

Penanganan
  • Apabila ada tanda-tanda dan gejala seperti di atas, maka secepatnya penderita dibawa kerumah sakit untuk mendapatkan pelayan kesehatan yang intensif.
  • Pemeriksaan fisik, pemeriksaan labratorium yang meliputi test darah (elektrolite, fungsi hati dan ginjal, serta darah lengkap), dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru akan membantu tim dokter dalam mendiagnosa penyakit.
  • Sedangkan pemeriksaan yang sangat penting apabila penderita telah diduga meningitis adalah pemeriksaan Lumbar puncture (pemeriksaan cairan selaput otak).
  • Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa sebagai meningitis, maka pemberian antibiotik secara Infus (intravenous) adalah langkah yang baik untuk menjamin kesembuhan serta mengurang atau menghindari resiko komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada penderita tergantung dari jenis bakteri yang ditemukan.
  • Beberapa antibiotik  pada diberikan pada kasus meningitis yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis antara lain Cephalosporin (ceftriaxone atau cefotaxime). Sedangkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri Listeria monocytogenes akan diberikan Ampicillin, Vancomycin dan Carbapenem (meropenem), Chloramphenicol atau Ceftriaxone.
  • Terapy lainnya adalah yang mengarah kepada gejala yang timbul, misalnya sakit kepala dan demam (paracetamol), shock dan kejang (diazepam) dan lain sebagainya.
  • Radang selaput otak pada anak harus diwaspadai karena gejalanya tidak jelas dan sulit dideteksi karena anak tidak bisa mengutarakan keluhannya. Hati-hati, karena penyakit ini bisa menular. Sedangkan meningitis yang terjadi pada orang dewasa biasanya terjadi akibat virus yang bernama hemophilud influenza type b (Hib), pneumococc dan meningococcus



Penularan dan Pencegahan

  • Meningitis yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan melalui batuk, bersin, ciuman, sharing makan 1 sendok, pemakaian sikat gigi bersama dan merokok bergantian dalam satu batangnya. Maka bagi anda yang mengetahui rekan atau disekeliling ada yang mengalami meningitis jenis ini haruslah berhati-hati.
  • Penyakit ini menyerang pada anak dengan kekebalan yang tidak baik, seperti penderita malnutrisi, kegemukan, anak yang sering sakit dan sebaginya
  • Mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah ketoilet umum, memegang hewan peliharaan. Menjaga stamina (daya tahan) tubuh dengan makan bergizi dan berolahraga yang teratur adalah sangat baik menghindari berbagai macam penyakit.
  • Pemberian Imunisasi vaksin (vaccine) Meningitis merupakan tindakan yang tepat terutama didaerah yang diketahui rentan terkena wabah meningitis, adapun vaccine yang telah dikenal sebagai pencegahan terhadap meningitis diantaranya adalah ;
    • Haemophilus influenzae type b (Hib)
    • Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7)
    • Pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV)
    • Meningococcal conjugate vaccine (MCV4)

LEPTOSPIROSIS

PENDAHULUAN
Leptospirosis adalah penyakit infeksi pada hewan dan manusia, yang merupakan zoonosis tersering di dunia. Leptospirosis sering dikenal dengan swineherd's disease, swamp fever, atau mud fever. Penyakit ini acapkali luput dari diagnosis karena gejala klinis tidak spesifik, dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosis tanpa uji laboratorium. Kejadian luar biasa leptospirosis dalam decade terakhir di beberapa negara telah menjadikan leptospirosis sebagai salah satu penyakit the emerging infectious disease.
Infeksi ini menyebabkan kerusakan sistemik terutama disfungsi renal dan hepatic. Penyakit ini pertama kali dikenal pada pekerja tahun 1883. Tahun 1886, Weil mendeskripsikan dalam manifestasi klinis pada 4 orang dengan severe jaundice, fever, dan perdarahan dengan kerusakan ginjal.
Leptospirosis disebabkan oleh bakteri pathogen bentuk spiral yang termasuk dalam  genus Leptospira, family Leptospiraceae, dan ordo Spirochaetales. Berbentuk spiral halus ujung bengkok, motile, obligate, slow-growing anaerobes. Organisme penyebab penyakit masuk ke tubuh ketika membrane mukosa atau kulit yang abrasi kontak dengan sumber.
A scanning electron micrograph depicting Leptospira atop a 0.1-µm polycarbonate filter.
(This image is in the public domain and thus free of any copyright restrictions. Courtesy of the Centers for Disease Control/Rob Weyant.)

Bakteri ini memiliki flagella yang membantu untuk menembus jaringan. Genus Leptospira dibagi menjadi 2 spesies:: L interrogans, pathogenic untuk manusia dan hewan, dan L biflexa, saprophytic, terdapat bebas di alam. Penelitian terbaru membagi menjadi 7 spesies leptospira pathogen, sehingga terdapat lebih dari 250 variasi serologic (serovar).
Kasus terbanyak terjadi pada musim hangat dan di daerah rural karena leptospira dapat bertahan di air dalam waktu beberapa bulan. Leptosira menginfeksi hewan dan mengkontaminasi air danau yang hangat, bakteri ini dapat bertahan pada air bersih, damp alkaline soil, vegetation, dan lumpur dengan temperature lebih dari 22°C.
Permukaan mukosa mulut, pharynx, cabang bronchus dan alveoli, serta esophagus dapat dilalui dengan mudah oleh leptospira pathogen. Dilaporkan kasus outbreak waterborne di Italia pada musim panas tahun 1984, ketika sumber air minum terkontaminasi bakteri ini.

EPIDEMIOLOGI
Leptospirosis terutama didapatkan di daerah tropik, lingkungan yang berair, adanya binatang liar/peliharaan, serta erat kaitannya dengan pekerjaan petani, pekerja kebersihan, militer. Kondisi lingkungan air, temperature hangat, hujan sangat baik untuk penyebaran leptospira. Mikroorganisme mampu bertahan berminggu – bulan dalam pH netral/alkalis, suhu 28-32 °C.
Di Indonesia leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Pada kejadian banjir besar di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari 100 kasus leptospirosis dengan 20 kematian.
Tahun 2000 di Sabah Malaysia terdapat outbreak acute febrile illness pada atlet yang bertanding di Eco-Challenge-Sabah 2000 in Malaysia; 44% dengan kasus leptospirosis. Factor resiko signifikan termasuk berenang dan olahraga Kayak di sungai Segama.
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air atau tanah, lumpur yang telah terkontaminasi urin binatang yang terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka/erosi kulit ataupun selaput lender. Ekspos yang lama juga dapat menyebabkan infeksi pada kulit yang utuh. Factor resiko tertular leptospirosis terdapat pada table di bawah ini.
Table 1. Resiko Penularan Leptospirosis
Kelompok Pekerjaan
Kelompok Aktifitas
Kelompok Lingkungan
Petani dan peternak
Tukang potong hewan
Penangkap/penjerat hewan
Dokter/mantri hewan
Penebang kayu
Pekerja selokan
Pekerja perkebunan
Berenang di sungai
Bersampan
Kemping
Berburu
Kegiatan di hutan
Anjing piaraan
Ternak
Genangan air hujan
Lingkungan tikus
Banjir









PATOGENESIS

 



MANIFESTASI KLINIS
  • Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya sekitar 7-12 hari, dan rata-rata 10 hari.
  • Sekitar 90% pasien dengan manifestasi mild anicteric, dan 5-10% dengan severe jaundice, atau dikenal dengan Weil disease.
  • Terdapat 2 fase leptospirosis: septicemia dan imun. Sekitar 1-3 hari diantara fase tersebut, pasien menunjukkan beberapa perkembangan.
    • Fase leptospiremia atau septicemia
      • Derajat ini disebut dengan septicemia atau leptospiremia karena bakteri dapat diisolasi dari kultur darah, cerebrospinal fluid (CSF), dan jaringan.
      • Selama masa ini, atau sekitar 4-7 hari, pasien menunjukkan gejala seperti flu (flulike illness), ditandai dengan demam, menggigil, kelemahan, dan myalgia. Gejala lainnya nyeri tenggorokan, batuk, nyeri dada, hemoptysis, rash, frontal headache, photophobia, mental confusion, dan gejala  meningitis.
      • Selama 1-3 hari terjadi peningkatan, kurva temperature turun, pasien menjadi afebrile dan relative asimtomatis. Panas dapat kembali naik yang menandakan onset dari second stage atau Fase imun ketika terdapat meningitis klinikal atau subklinikal.
    • Fase Imun
      • Derajat ini disebut juga fase imun atau leptospiruric karena antibodi dapat dideteksi atau organisme dapat diisolasi dari urin; tidak ditemukan dalam darah atau CSF.
      • Berlangsung 0-30 hari, sebagai respon imun tubuh terhadap infeksi.
      • Penyakit tergantung dimana organ yang terkena, yaitu meningen, liver, mata, ginjal.
      • Sebanyak 77% pasien mengalami nyeri kepala yang intens dan tidak dapat disembuhkan dengan analgesic; inilah fase onset meningitis.
      •  Aseptic meningitis merupakan sindroma klinik yang penting pada fase immune anicteric. Gejala Meningeal terdapat pada lebih dari 50% pasien. Cranial nerve palsies, encephalitis, dan perubahan kesadaran, mild delirium sering terjadi. Meningitis berlangsung beberapa hari sampai 1-2 minggu. Kematian jarang terjadi pada kasus anikterik.
      • Leptospira dapat diisolasi dari darah pada 24-48 jam setelah jaundice. Sering disertai nyeri perut dengan diare atau konstipasi (30%),  hepatosplenomegaly, nausea, vomiting, dan anorexia.
      • Uveitis (2-10%) dapat terjadi lebih awal atau akhir dari penyakit dan dilaporkan dapat terjadi pada akhir setelah 1 tahun penyakit. Iridocyclitis dan chorioretinitis adalah komplikasi akhir lainnya yag dapat berlangsung bertahun-tahun. Sebanyak 92% pasien mengalami komplikasi berupa subconjunctival hemorrhage, bakteri Leptospira ini ditemukan di aqueous humor.
      • Gejala renal (azotemia, pyuria, hematuria, proteinuria, dan oliguria) terjadi pada  50% pasien karena bakteri Leptospires terdapat di ginjal.
      • Manifestasi pulmonal terjadi pada 20-70% pasien, penyebab kematian adalah pulmonary hemorrhage atau acute respiratory distress syndrome atau severe pulmonary form of leptospirosis (SPFL).
      • Adenopathy, rashes, dan nyeri otot terutama otot betis sering terjadi.
  • Gejala-gejala leptospirosis dapat membedakan jenis varian bakteri ini, seperti misalnya jaundice terdapat pada 83% pasien dengan infeksi L icterohaemorrhagiae dan 30% dengan infeksi L pomona. pretibial erythematous rash pada pasien terinfeksi L autumnalis. Gejala GIT sering dengan infeksi L grippotyphosa. Aseptic meningitis banyak didapatkan pada infeksi L pomona atau L canicola.
  • Weil syndrome adalah bentuk severe dari leptospirosis dan memberikan gejala awal berupa jaundice, renal dysfunction, hepatic necrosis, pulmonary dysfunction, dan hemorrhagic diathesis. Weil syndrome memiliki angka mortalitas sebesar 5-10%. Pada kasus Weil syndrome dengan hepatorenal involvement dan jaundice, memiliki case-fatality rate 20-40%. Angka kematian terbesar pada pasien dengan usia tua.
  • Leptospirosis menunjukkan gejala macular atau maculopapular rash, abdominal pain yang mirip dengan acute appendicitis, atau generalized enlargement of lymphoid glands, mirip seperti infectious mononucleosis. Atau  aseptic meningitis, encephalitis, dan fever of unknown origin.
  • Leptospirosis seharusnya mulai dicurigai ketika pasien memiliki gejala flulike disease dengan aseptic meningitis atau disproportionately severe myalgia.

 

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis definitive ditentukan dengan isolasi organisme dari hasil kultur atau hasil positif pada microscopic agglutination test (MAT).
Darkfield microscopy of leptospiral microscopic agglutination test.
(This image is in the public domain and thus free of any copyright restrictions.
 Courtesy of the Centers for Disease Control/Mrs. M. Gatton.)

  • Kultur
    • Kultur darah dapat memberikan hasil negative jika terlalu cepat atau terlalu lambat. Leptospires tidak dapat dideteksi dalam darah sampai 4 hari setelah onset gejala (7 – 14 hari setelah exposure).  Setelah system imun aktif, kultur darah dapat kembali memberikan hasil negative.  
    • Leptospires dapat diisolasi dari CSF pada 10 hari pertama.
    • Leptospires dapat diisolasi dari urin pada beberapa minggu setelah infeksi. Pada beberapa pasien, kultur urin dapat positif selama berbulan-bulan bahkan tahun setelah onset penyakit.
  • MAT
    • A 4-fold meningkat pada convalescent titers menunjukkan hasil yang positif
    • Kemungkinan diagnosis didapatkan dari pengamatan titer antibody ≥ 1:100.
  • Macroscopic Slide Agglutination Test (MSAT)
  • Pemeriksaan penunjang lainnya:  indirect hemagglutination test,  microcapsule agglutination test,  immunoglobulin M (IgM) enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), dan dark-field examination dari darah dan urin. Pemeriksaan terbaru menggunakan Dip-S-Ticks (PanBio, Inc; Baltimore, Maryland),  Nucleic acid amplification (polymerase chain reaction [PCR]).
  • Pemeriksaan laboratorium (umum)
    • Pada pasien dengan mild disease, peningkatan erythrocyte sedimentation dan peripheral leukocytosis (3,000-26,000 x 109/L) dengan shift to the left.
    • Aminotransferases dapat meingkat sampai lebih dari 200 U/L; serum bilirubin dan alkaline phosphatase meningkat.
    • Urinalysis:
      • Proteinuria
      • Leukocytes, erythrocytes, hyaline casts, dan granular casts pada sedien urin.
    • CSF:
      • CSF protein dapat normal atau meningkat, dengan level glukosa normal.
      • Tekanan CSF normal, namun lumbal punctie dapat mengurangi keluhan nyeri kepala.
  • Laboratory studies (Weil disease)
    • Mild thrombocytopenia (50%), yang diikuti dengan renal failure.
    • Azotemia dan renal failure Marked leukocytosis may be present.
    • Prothrombin times meningkat.
    • Creatine phosphokinase (CPK) meningkat pada  50% pasien; acutely, jaundice berhubungan dengan level CPK yang tinggi, tetapi transaminases meningkat ringan.

                                                                                                          

DIFFERENSIAL DIAGNOSIS


PENATALAKSANAAN

Pengobtan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mnegatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umunya dengan spontan akan membaik dengan membaiknya kondisi pasien, namun beberapa pasien membutuhkan hemodialisa temporer.
Pemberian antibiotic harus diberikan sedini mungkin, biasanya pemberian dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Untuk kasus berat dapat diberikan antibiotic intravena, sedangkan pada kasus ringan diberikan per oral.


Table 3. Pengobatan Dan Kemoprofilaksis Leptospirosis
Indikasi
Regimen
Dosis
Leptospirosis ringan
Doksisiklin
Ampisilin
Amoksisilin
2 x 100 mg
4 x 500-750 mg
4 x 500 mg
Leptospirosis sedang/berat
Penisilin G
Ampisilin
Amoksisilin
Eritromisin
1,5 juta unit/ 6 jam (i.v)
1 gram/ 6 jam (i.v)
1 gram/ 6 jam (i.v)
500 mg (i.v)
Kemoprofilaksis
Doksisiklin
200 mg/ minggu

Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotic pilihan utama, namun perlu diingat bahwa antibiotic masih bermanfaat jika bakteri masih berada dalam darah (fase leptospiremia). Pada pemberian penisilin dapat terjadi reaksi Jarisch-Herxheimer 4-6 jam setelah pemberian intravena, yang menunjukkan adanya aktifitas anti-leptospiremia. Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Jika terjadi azotemia/uremia berat sebaiknya dilakukan dialysis.

PROGNOSIS
            Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka kematian mencapai 5% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%. Mortalitas dipengaruhi oleh terminology leptospirosis, derajat penyakit, serovar, respiratory insufficiency, kadar bilirubin tinggi, usia lanjut, renal failure, leukositosis, ECG abnormal, perubahan status mental, sumber daya, fasilitas.



PENCEGAHAN
·         Pencegahan leptospirosis termasuk sulit dilakukan karena organisme harus dieradikasi dari hewan liar yang dapat menginfeksi hewan domestic.
·         Mencegah hewan terinfeksi dari urinasi melalui air yang kontak dengan manusia, disinfeksi area kerja yang terkontaminasi, edukasi terhadap pekerja, melakukan personal hygiene yang baik, dan menggunakan personal protective equipment (PPE) ketika bersentuhan dengan hewan. Leptospira dapat diinaktifasi dengan 1% sodium hypochlorite, 70% ethanol, glutaraldehyde, formaldehyde, detergents dan acid. Organism ini sensitive dengan panas (121° C minimal 15 menit) dan dibasmi dengan pasteurization.
  • Public health melakukan investigasi terhadap kasus sebagai usaha untuk deteksi sumber outbreak dan pengendalian, termasuk identifikasi terhadap air yang terkontaminasi, kontrol hewan pengerat, melarang berenang ketika terdapat resiko tinggi, dan menginformasikan tentang resiko ketika berekreasi.
  • Vaksin disarankan pada pekerja dengan resiko tinggi di negara Eropa dan Asia, vaksin ini harus diulang tiap tahun.
  • Pemberian Doxycycline dosis 200 mg setiap minggu menunjukkan efikasi sebesar 95% dalam melawan leptospirosis dan dapat memberikan pencegahan penyakit pada yang sudah terekspose.

RINGKASAN
·         Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan leptospira.
·         Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara incidental.
·         Gejala yang timbul mulai dari ringan sampai berat bahkan kematian, bila terlambat mendapat pengobatan.
·         Diagnosis dini yang cepat dan penatalaksanaan yang cepat akan mencegah perjalanan penyakit menjadi berat.
·         Pencegahan dini terhadap mereka yang terkespos diharapkan dapat melindungi dari serangan leptospirosis.


DAFTAR PUSTAKA

Acha PN, Szyfres B. (Pan American Health Organization [PAHO]). Zoonoses and communicable diseases common to man and animals. Volume 1. Bacterioses and mycoses. 3rd ed. Washington DC: PAHO; 2003.

Centers for Disease Control and Prevention [CDC]. Leptospirosis technical information [online]. CDC; 2003 Dec. Available at: http://www.cdc.gov/ncidod/dbmd/diseaseinfo/leptospirosis_t.htm.

 Diagnosis of acute leptospirosis Expert Rev. Anti Infect. Ther. 9(1), 111–121 (2011) Takao Toyokawa1, Makoto Ohnishi2 and Nobuo Koizumi†2

Eugene Barunwald et al. 2001. Principle of Internal Medicine, Harrison’s 15th edition. Mc Graw-Hill Medical Publishing Division

Gordon Cook, 1996. Manson’s Tropical Disease 20th ELBS with WB Saunders London

Green-MacKenzie J. Leptospirosis [online]. eMedicine; 2001 Aug. Available at: http://www.emedicine.com/emerg/topic856.htm.

Guidugli F, Castro AA, Atallah AN. Antibiotics for leptospirosis. Cochrane Rev Abstracts [online]; 2004. Available at: http://www.medscape.com/viewarticle/485620?src=search
.

Leptospirosis in Emergency Medicine . Judith Green-McKenzie, MD, MPH; Chief Editor: Rick Kulkarni, MD


Mandell GI et al, 1995. Douglas and Bennet’s Principle and Practice of Infectoius Disease 4th edition. Churchill Livingstone New York

The Doctors Lounge. Weil syndrome [online]. Available at: http://www.thedoctorslounge.net/clinlounge/diseases/infections/weil.htm.

Umar Zein. Ilmu penyakit Dalam: Leptospirosis. Jilid III. Ed.IV. Pusat Penerbitan FKUI. 2007.