Featured Video

Selasa, 09 April 2013

Hipertensi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Dewasa ini masyarakat sudah tidak asing lagi mendengar kata Hipertensi. Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang umum dijumpai di masyarakat, dan merupakan penyakit yang terkait dengan sistem kardiovaskuler. Hipertensi memang bukan penyakit menular, namun kita juga tidak bisa menganggapnya sepele, selayaknya kita harus senantiasa waspada.
Tekanan Darah tinggi atau Hipertesi dan arterosclerosis (pengerasan arteri) adalah dua kondisi pokok yang mendasari banyak bentuk penyakit kardiovaskuler. Lebih jauh, tidak jarang tekanan darah tinggi juga menyebabkan gangguan ginjal. Sampai saat ini, usaha-usaha baik untuk mencegah maupun mengobati penyakit hipertensi belum berhasil sepenuhnya, hal ini dikarenakan banyak faktor penghambat yang mempengaruhi seperti kurang pengetahuan tentang hipertensi (pengertian, klasifikasi, tanda dan gejala, sebab akibat, komplikasi) dan juga perawatannya.
Saat ini, angka kematian karena hipertensi di Indonesia sangat tinggi. Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni  mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal, yaitu 140/90 mmHg. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia).
Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Sementara di dunia Barat, hipertensi justru banyak menimbulkan gagal ginjal, oleh karena perlu diadakan upaya-upaya untuk menekan angka peyakit hipertensi terlebih bagi penderita hipertensi perlu diberikan perawatan dan pengobatan yang tepat agar tidak menimbukan komplikasi yang semakin parah. Selain itu pentingnya pemberian asuhan keperawatan pada pasien hipertensi juga sangat diperlukan untuk melakukan implementasi yang benar pada pasien hipertensi.
Diharapkan dengan dibuatnya makalah tentang asuhan keperawatan klien dengan gangguan hipertensi ini dapat memberi asuhan keperawatan yang tepat dan benar bagi penderita hipertensi dan dapat mengurangi angka kesakitan  serta kematian karena hipertensi dalam masyarakat.

1.2  Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.       Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien hipertensi
b.      Tujuan Khusus
1)      Memaparkan konsep penyakit hipertensi yang meliputi anatomi dan fisiologi penyakit jantung, definisi, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pathway, komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis, keperawatan dan diet
2)      Memahami asuhan keperawatan pada pasien hipertensi dengan metodologi asuhan keperawatan yang benar






 BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Hipertensi
a. Anatomi
1) Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak di dalam dada, batas kanannya terdapat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercosta kelima kiri pada linea midclavikula.
Hubungan jantung adalah:
a)      atas: pembuluh darah besar
b)      bawah: diafragma
c)      setiap sisi: paru-paru
d)     belakang: aorta dessendens, oesopagus, columna vertebralis
2)   Arteri
Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ. Arteri terdiri dari lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan elastin/otot: aorta dan cabang-cabangnya besar memiliki lapisan tengah yang terdiri dari jaringan elastin (untuk menghantarkan darah untuk organ), arteri yang lebih kecil memiliki lapisan tengah otot (mengatur jumlah darah yang disampaikan pada suatu organ).
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
a)      Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya
b)      Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arterosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi “vasokonstriksi”, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
c)      Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat, Sebaliknya,  jika:
a)      Aktivitas memompa jantung berkurang,
b)      arteri mengalami pelebaran,
c)      banyak cairan keluar dari sirkulasi.
Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.
Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis)
.
3)   Perubahan fungsi ginjal
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:
a)    Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal.
b)   Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal
c)    Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensin, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron.
Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah, karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah.
4)   Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot dinding arteriol dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi diameter pembuluh darah. Bila kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ berkurang. Bila terdapat kontriksi umum, tekanan darah akan meningkat.
5)   Pembuluh darah utama dan kapiler
Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang berjalan langsung dari arteriol ke venul. Kapiler adalah jaringan pembuluh darah kecil yang membuka pembuluh darah utama
6)   Sinusoid
Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid tiga sampai empat kali lebih besar dari pada kapiler dan sebagian dilapisi dengan sel sistem retikulo-endotelial. Pada tempat adanya sinusoid, darah mengalami kontak langsung dengan sel-sel dan pertukaran tidak terjadi melalui ruang jaringan
7)   Vena dan venul
Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk oleh gabungan venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan secara sempurna satu sama lain.
b.    Fisiologi
Jantung mempunyai fungsi sebagai pemompa darah yang mengandung oksigen dalam sistem arteri, yang dibawa ke sel dan seluruh tubuh untuk mengumpulkan darah deoksigenasi (darah yang kadar oksigennya kurang) dari sistem vena yang dikirim ke dalam paru-paru untuk reoksigenasi (Black, 2010).

2.2 Definisi
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Commitee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan ini dikategorikan sebagai primer/esensial (hampir 90 % dari semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang dapat dikenali, sering kali dapat diperbaiki (Marilynn E. Doenges, dkk, 1999).
Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering menyebabkan perubahan pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan semakin tingginya tekanan darah (Arif Muttaqin, 2009).
Menurut Bruner dan Suddarth (2001) hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik di atas 160 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah meningkatnya tekanan sistolik sedikitnya 140 mmHg dan diastolik sedikitnya 90 mmHg.

2.3 Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (2003) dapat dilihat pada tabel berikut:
Klasifikasi
Tekanan Sistolik (mmHg)
Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal
<120
<80
Prehipertensi
120-139
80-89
Hipertensi stage I
140-150
90-99
Hipertensi stage II
>150
>100
(Arif Muttaqin, 2009).    
Klasifikasi Hipertensi menurut WHO:
Kategori
Sistol (mmHg)
Diastol (mmHg)
Optimal
<120
<80
Normal
<130
<85
Tingkat I (hipertensi ringan)
140-159
90-99
Sub group: Perbatasan
140-149
90-94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang)
160-179
100-109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat)
>180
>110
Hipertensi Sistol terisolasi
>140
<90
Sub group: Perbatasan
140-149
<90
(Andy Sofyan, 2012)
Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori
Sistol (mmHg)
Dan/Atau
Diastol (mmHg)
Normal
<120
Dan
<180
Pre Hipertensi
120-139
Atau
80-89
Hipertensi Tahap I
140-159
Atau
90-99
Hipertensi Tahap II
≥160
Atau
≥100
Hipertensi Sistol Terisolasi
≥140
Dan
<90
(Andy Sofyan, 2012)



2.4 Etiologi
a.       Elastisitas dinding aorta menurun
b.      Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c.       Kehilangan elastisitas pembuluh darah dan penyempitan lumen pembuluh darah
Klasifikasi hipertensi menurut etiologinya:
a)      Hipertensi primer : Konsumsi Na terlalu tinggi, Genetik, Stres psikologis
b)      Hipertensi renalis : keadaan iskemik pada ginjal
c)      Hipertensi hormonal
d)     Bentuk hipertensi lain : obat, cardiovascular, neurogenik (Andy Sofyan, 2012)

2.5 Manifestasi Klinis
Sebagian besar manifestasi klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun, dan berupa:
a.       Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranium
b.      Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi
c.       Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
d.      Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
e.       Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
f.       Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
(Elizabeth J. Corwin, 2000)

2.6 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula pada sistem saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epineprin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan streroid lainnya, yang dapat memperkuatrespons vasokonstriksi pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstrikstriktor kuat. Yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Pertimbangan gerontologis. Perubahan struktur dan fungsional pada sistem perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi arterosklerosis, hilangnya elastisistas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan parifer (Bruner dan Suddarth, 2001).

2.7 Pathway
            Terlampir

2.8  Komplikasi
Komplikasi yang akan terjadi akibat dari hipertensi adalah sebagai berikut:
a.       Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.
b.      Dapat terjadi infark miokardium apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Dengan demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan.
c.       Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya glomerulus, protein akan keluar melalui urin, sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
d.      Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan kedalam ruang interstisium diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.
e.       Wanita dengan PIH dapat mengalami kejang. Bayi yang lahir mungkin memiliki berat badan lahir rendah akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat, dapat mengalami hipoksia dan asidosis apabila ibu mengalami kejang selama atau sebelum proses persalinan.
(Elizabeth J. Corwin, 2000)

2.9 Pemeriksaan Penunjang
a.       Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
  1. BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal. Normalnya 8 sampai 24 mg/dL untuk pria dewasa (2,86 mmol ke 8.57/Ldan 6 sampai 21 mg/dL (2,14-7,50mmol/Luntuk wanita dewasa.
  2. Glukosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar katekolamin.
  3. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
  4. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
  5. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi, Adanya pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri, adanya penyakit jantung  koroner atau aritmia.
  6. IVP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan ginjal.
  7. Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung(Doenges, dkk. 1999).


2.9  Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan medis pada klien dengan hipertensi adalah mencegah terjadinya morditas dan mortilitas peserta dengan mencapai dsn mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mm/Hg. Efektivitas setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi.
Untuk mengobati hipertensi, dapat dilakukan penurunan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, TPR. Intervensi farmokologis dan non farmokologis dapat membantu seseorang mengurangi tekanan darahnya.
a.       Pada sebagian orang, penurunan berat tampaknya mengurangi tekanan darah, dengan mengurangi beban kerja jantung sehingga kecepatan denyut dan volume sekuncup juga berkurang.
b.      Olah raga, terutama bila disertai penurunan berat, menurunkan tekanan darah dengan menurunkan kecepatan denyut jantung istirahat dan mungkin TPR. Olah raga meningkatkan HDL, yang dapat mengurangi timbulnya hipertensi yang terkait-arterosklerosis
c.       Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara mnghambat respon stres saraf simpatis.
d.      Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.
e.       Diuretik bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dengan menyebabkan ginjal meningkatkan ekresi garam dan airnya. Sebagian diuretic (tiazid) tampaknya juga menurunkan TPR.
f.       Penghambat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung dan/atau arteri dengan menginerfensi influks untuk kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi . sebagian penghambat kalsium bersifat lebih spesifik untuk saluran lambat kalsium otot jantung, sebagian yang lain lebih spesifik untuk saluran kalsium otot vaskular. Dengan demikian, berbagai penghambat kalsium memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan TPR.
g.      Penghambat enzim pengubah angiotesin II (inhibitor ACE) berfungsi untuk menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang diperlukan untuk mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Hal ini menurunkan tekanan darah baik secara langsung menurunkan TPR, dank arena angiotensin II diperlukan untuk sintesis aldosteron, maupun dengan meningkatka pengeluran natrium melalui urin sehingga volume plasma dan curah jantung menurun. Karena enzim pengubah dan menurunkan tekanan darah dengan memperpnjang efek bradikinin.
h.      Antagonis (penyekat) reseptor-beta, terutama penyekat β1 selektif, bekerja pada reseptor bata di jantung untuk menurunkan keepatan denyut dan curah jantung.
i.        Antagonis reseptor-alfa di otot polos vascular yang secara normal berespons terhadap rangsangan simpatis dengan vasokontriksi. Hal ini akan menurunkan TPR.
Dapat digunakan vasolodilator arteriol langsung untuk menurun TPR.











BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pemeriksaan Fisik
Melakukan pengkajian:
a.       Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku, pekerjaan
b.      Riwayat
1)      Riwayat kesehatan keluarga
2)      Riwayat penyakit dahulu
3)      Riwayat penyakit sekarang
4)      Manifestasi klinis penyakit jantung seperti dyspnea, angina
5)      Kebiasaan sehari-hari: nutrisi, istirahat, olah raga
6)      Faktor psikologis dan lingkungan: stes emosional, budaya makan, dan status ekonomi
7)      Faktor risiko
8)      Riwayat alergi
9)      Riwayat pemakaian obat: pil KB, steroid, NSAID
c.       Pemeriksaan fisik
1)      Berat badan dan tinggi badan.
2)      Mata: pemeriksaan funduskopi untuk penyempitan retinal arteriol, perdarahan, eksudat dan papill edema
3)      Leher: JVP, bising karotis dan pembesaran thyroid
4)      Paru: pernapasan (irama, frekuensi, jenis suara napas)
5)      Jantung: denyut jantung, suara jantung, bising jantung. Tekanan darah diukur minimal 2 kali dengan tenggang waktu 2 menit dalam posisi berbaring atau duduk, dan berdiri sekurangnya setelah 2 menit. Pengukuran menggunakan yang sesuai, dan sebaiknya dilakukan pada kedua sisi lengan, dan jika nilainya berbeda maka nilai yang tertinggi yang diambil
6)      Abdomen: bising, pembesaran ginjal
7)      Ekstremitas: lemahnya atau hilangnya nadi parifer, edema
8)      Neurologi: tanda thrombosis cerebral dan perdarahan
d.      Pemeriksaan penunjang
1)      EKG: adanya pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri, adanya penyakit jantung koroner atau aritmia
2)      Hemoglobin/hematokrit: bukan diagnostik tetapi mengkaji hubngan dari sel-sel terhadap terhadap volume cairan(viskositas)dan dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti hiperkogulabilitas, anemia
3)      BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal
4)      Glukosa: hiperglikemia (Diabetes Millitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi)
5)      Kalium serum: hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretic
6)      Kalsium serum: peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi
7)      Kolesterol dan trigliserida serum: peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler)
8)      Asamm urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi
9)      Foto rontgen: adanya pembesaran jantung, vaskularisasi atau aorta yang melebar
10)  Echocardiogram: tampak adanya penebalan dinding ventrikel kiri, mungkin juga sudah terjadi dilatasi dan gangguan fungsi sistolik dan diastolik (Diklat PJT-RSCM, 2008).




3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan untuk klien hipertensi mencakup:
a.       Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vaskonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
b.      Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vasculer serebral
c.       Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Doenges, dkk. 1999).
3.3 Intervensi dan Rasional Tindakan
Rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi adalah sebagai berikut:
a.       Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventrikelar
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan masalah penurunan curah jantung dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1)      mempertahankan tekanan darah dalam rentang individu yang dapat diterima
2)      berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah atau kerja jantung
3)      memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal pasien
INTERVENSI
RASIONAL
Pantau tekanan darah. Ukur pada kedua tangan/paha untuk evaluasi awal. Gunakan ukuran manset yang tepat dan teknik yang akurat.
Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih langkap tentang keterlibatan/bidang masalah vaskuler. Hipertensi berat diklasifikasikan pada orang dewasa sebagai peningkatan tekanan diastolik sampai 130 mmHg, hasil pengukuran diastolik di atas 130 mmHg dipertimbangkan sebagai peningkatan pertama, kemudian maligna. Hipertensi sistolit juga merupakan faktor risiko yang ditentukan untuk penyakit serebrovaskular dan penyakit iskemi jantung bila tekanan diastolik 90-115
Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan parifer
Denyutan karotis,jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati/terpalpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokonstriksi (peningkatan SVR) dan kongesti vena
Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
Sumum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium (peningkatan volume/tekanan atrium). Perkemba-
 ngan S3 menunjukkan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi. Adanya krakles, mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik.
Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler
Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan dengan vasokonstriksi atau mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.
Catat edema umum/tertentu
Dapat mengindikasi gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskular
Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas/keributan lingkungan. Batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal
Membantu menurunkan rangsang simpatis meningkatkan relaksasi
Pertahankan pembatasan aktivitas, seperti: istirahat di tempat tidur/kursi, jadwalperiode istirahat tanpa gangguan, bantu pasien melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
Menurunkan stres dan ketegangan yang mempengaruhi tekanna darah dan perjalanan peyakit hipertensi
Lakukan tindakan-tindakan yang nyaman, seperti: pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur
Mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang simpatis
Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stres, membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan TD
Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol takanan darah
Respon terhadap terapi obat “stepped” (yang terdiri dari atas diuretik, inhibitor simpatis dan vasodilator) tergantung pada individu dan efek sinergis obat. Karena efek samping tersebut, maka penting untuk menggunakan obat dalam jumlah paling sedikit dan dosis paling rebdah
Kolaborasi:
Berikan obat-obat sesuai indikasi, contoh:
Diuretic tiazin, misalnya: kortikosteroid (diuri), hidroklorotiazid (esidrix/hidroDIURIL), bendroflumentiazid (Naturetin)
Tiazid mungkin digunakan sendiri atau dicampur dengan obat lain untuk menurunkan TD pada pasien dengan fungsi ginjal yang relative normal. Diuretic ini memperkuan agen-agen antihipertensif lain dengan membatasi retensi cairan.
Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
Pembatasan ini dapat menangani retensi cairan respon hipertensif, dengan demikian menurunkan kerja jantung

b.      Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekan vasculer serebral
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan masalah nyeri teratasi dengan kriteria hasil:
1)      Melaporkan nyeri/ketidaknyamanan terkontrol
2)      Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan
INTERVENSI
RASIONAL
Mempertahankan tirah baring selama fase akut
Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi
Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, missal: kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, teknik relaksasi (panduan imajinasi, distraksi) dan aktivitas waktu senggang
Tindakan yang menurunkan tekanan vaskular serebral
 dan yang memperlambat atau memblok respon simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya
Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala, misalnya mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk
Aktivitas yang meningkatkan vasokonstriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vaskularserebral
Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
Pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan dengan sakit kepala. Pasien juga dapat mengalami episode hipotensi postural
Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila terjadi perdarahan hidung atau kompres hidung telah dilakukan untuk menghentikan perdarahan
Meningkatkan kenyamanan umum. Kompres hidung dan mengganggu menelan atau membutuhkan napas dengan mulut, menimbulkan stagnasi sekresi oral dan menger membran mukosa
Kilaborasi:
Berikan sesuai indikasi: anlgesik
Menurunkan/mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang sistem saraf simpatis
Antiansieta, missal lorazepam (ativan), diazepam (valium)
Dapat mengurangi tegangan dan ketidaknyamanan diperberat oleh stres

c.       Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan masalah intoleransi aktivitas teratasi dengan kriteria hasil:
1)      Peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur
2)      Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi
3)      Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji respons pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 kali permenit di atas frekuensi istirahat, peningkatan TD yang nyata selama/sesudah aktivitas (tekanan sistolik meningkat 40 mmHg atau tekanan diastolik meningkat 20 mmHg), dispnea atau nyeri dada, keletihan dan kelemahan yang berlebihan, diaphoresis, pusing atau pingsan
Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respons fisiologi terhadap stress aktivitas dan bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas
Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi, missal: menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut atau menyikat gigi, melakukan aktivitas dengan perlahan
Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri terhadap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.
(Doenges, dkk. 1999)






BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
            Hipertensi adalah meningkatnya tekanan sistolik sedikitnya 140 mmHg dan diastolik sedikitnya 90 mmHg.
            Hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: Faktor genetik, Usia, keadaan emosi seseorang, konsumsi Na terlalu tinggi, Obat, Hormonal, Neurologik ,dll.
            Orang yang sugah terkena hipertensi dapat juga mengalami banyak komplikasi yang diderita, diantaranya Stroke, kebutaan, angina pectoris, CHF, gagal ginjal, infark miokard, dll.
4.2 Saran
            Untuk menghindari terjadinya hipertensi, maka sebaiknya kita selaku petugas medis sebaiknya memberi contoh masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, dan juga tidak mengkonsumsi makanan sembarangan yang belum teruji kesehatannya.










DAFTAR PUSTAKA

Bruner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 vol.2. Jakarta: EGC.
Copstead C., Lee-Ellen dan Jacquelyn L. Banasik. 2005. Pathophysiology Vol. 1.  Elsevier :St. Louis Missouri 63146.
Diklat  PJT–RSCM. 2008. Buku Ajar Keperawatan Kardiologi Dasar Edisi 4. Jakarta: RSCM.
Doenges, Marilynn E., dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Dengan Pasien Gangguan Kardiovaskuler.Jakarta: Salemba Medika.
Sofyan, Andy. 2012. Hipertensi. Kudus.
Corwin, J Elizabeth. 2000. Patofisiologi. Jakarta: EGC.

0 komentar:

Posting Komentar